Pemateri : ernawatililys
BAB 1
Takdir
Ini itu, begini begitu
Akankah hidup selalu seperti itu
Termenung, termangu dan dibelenggu
Tuhan, haruskah hidup ini begitu?
(Diis, Catatan kegundahan)
Pernahkah, meskipun hanya sekali untuk
hidup yang telah kita jalani sejauh ini, mempertanyakan semua peritiswa yang sudah
atau bahkan belum terjadi? Kenapa kita terlahir dengan kenyataan yang pahit?
Mengapa mereka beruntung dan kita tidak? Mengapa hidup yang dijalani ini terasa
rumit? Mengapa Tuhan memberikan keadilan melalui banyak pengorbanan? Mengapa kematian
harus menyatu dengan kehidupan?
Sekalipun pertanyaan-pertanyaan itu
dilontarkan, butuh banyak waktu untuk mengetahui jawabannya. Tidak serta merta
apa yang dipertanyakan, semua akan terjawab begitu saja. Bahkan jika kita mengharap
belas kasih dari Tuhan, jawaban itu tidak akan langsung turun dari langit dan
dengan senang hati menghampiri pikiran kita, seraya memperkenalkan diri, "Hi,
akulah jawaban dari semua pertanyaanmu itu.".
Meskipun demikian, mempertanyakan hal-hal seperti itu tak boleh dihentikan begitu saja. Sebab mengapa?? Sebab pertanyaan itu membuat kita berpikir, kemudian setelah berpikir kita akan menemui yang namanya "Proses", dari sesuatu yang kita sebut "Proses" itu, kita akan belajar menemukan satu hal, menyadari apa yang selama ini telah kita abaikan hingga mungkin kita lewatkan. Kesadaran tersebut lalu akan membawa kita menemukan satu titik terang. Titik terang yang merupakan akar dari semua pertanyaan yang kerap kali melayang-layang di pikiran kita, tentang sesuatu yang sangat sakral, tentang sesuatu yang dapat meyakinkan sekaligus menjatuhkan banyak orang, tentang sesuatu yang bahkan keberadaannya tak pernah ada, abstrak tetapi terasa amat begitu nyata. Apa itu? Orang-orang menyebutnya takdir.
Takdir.
Meskipun demikian, mempertanyakan hal-hal seperti itu tak boleh dihentikan begitu saja. Sebab mengapa?? Sebab pertanyaan itu membuat kita berpikir, kemudian setelah berpikir kita akan menemui yang namanya "Proses", dari sesuatu yang kita sebut "Proses" itu, kita akan belajar menemukan satu hal, menyadari apa yang selama ini telah kita abaikan hingga mungkin kita lewatkan. Kesadaran tersebut lalu akan membawa kita menemukan satu titik terang. Titik terang yang merupakan akar dari semua pertanyaan yang kerap kali melayang-layang di pikiran kita, tentang sesuatu yang sangat sakral, tentang sesuatu yang dapat meyakinkan sekaligus menjatuhkan banyak orang, tentang sesuatu yang bahkan keberadaannya tak pernah ada, abstrak tetapi terasa amat begitu nyata. Apa itu? Orang-orang menyebutnya takdir.
Takdir.
Takdir bukan merupakan sesuatu yang mudah untuk dideskripsikan, tetapi saya juga
menolak bahwa takdir merupakan
sesuatu yang begitu sulit untuk dideskripsikan. Takdir merupakan sebuah pembahasan yang selalu dihindari atau
bahkan tidak dipedulikan oleh banyak orang. Kebanyakan orang mengatakan "Biarkanlah
takdir menjadi takdir, tidak perlu dibawa repot.", " Takdir aja
diribetin, urus aja hidup masing-masing " atau bahkan yang lebih lucu, "Tuhan
akan murka karena kita terus mempertanyakan apa yang telah digariskannya. Jadi,
berhentilah sekarang!"
Jika kita adalah bagian dari orang-orang
yang begitu mudah mengabaikan sesuatu, tak apa, itu bukan suatu masalah. Setiap
orang memiliki hak untuk memilih apa yang ingin dilakukannya. Tentu saja, hal
itu tidak dapat disalahkan. Tetapi, jika ada segelintir orang dari orang-orang
yang masih terlalu mempedulikan hal ini, selamat, Anda baru saja masuk ke dunia
yang sangat menakjubkan.
Bahasan tentang takdir pastilah sudah sering kita dengar
dimana-mana. Bahkan jika mendengarkan sebuah khotbah, ceramah dan hal lainnya yang
bersinggungan dengan agama, takdir pasti selalu ada di sana, akan selalu dicari
kaitannya, hingga akhirnya menjadi bahan menarik untuk dijadikan sebuah topik
perbincangan yang tak pernah ada habisnya. Tidak hanya dengan hal-hal yang
selalu bersinggungan dengan agama, dengan hal-hal yang berbau filsafat, takdir
memiliki eksistensi nyata di sana. Saya teringat oleh sebuah novel yang bergenre
filsafat, dimana penulis menciptakan seorang tokoh yang diberi petunjuk untuk
mempertanyakan dirinya sendiri, menelisik lebih lanjut tentang siapa ia
sebenarnya? Apakah benar dia itu manusia atau mungkin siapa? Melalui pertanyaan
pembuka yang begitu menarik yang hanya merupakan gabungan dari dua kata yaitu "Siapa
aku?", penulis novel itu berhasil membuat sang tokoh yang
diciptakannya, mendadak menjadi skeptis, mulai mempertanyakan tentang hakikat dirinya sendiri. Hal tersebut membuat novel itu menjadi
sangat menarik, karena selanjutnya, pertanyaan-pertanyaan yang dihadirkan dalam novel itu semakin
kompleks hingga membuat segalanya terasa sangat runyam. Satu hal yang saya
dapat simpulkan dari setiap pertanyaan yang diciptakan penulis itu adalah bahwa sesungguhnya,
kita diajak berpikir mengenai hakikat sebauh takdir dalam hidup kita sendiri. Pertanyaan
tentang siapa kita?
Mungkin menurut nalar kita, itu merupakan sesuatu yang sangat konyol. Apalagi jika kita mempertanyakan hal itu kepada sesorang yang disebut-sebut sebagai orang yang ahli agama, sudah tidak terpikir lagi seperti apa jawabannya. Sesuatu yang menurut kita merupakan pertanyaan biasa, bisa saja mendadak mencengangkan banyak orang. Tidak perlu bertanya lebih jauh soal takdir, mengenai pertanyaan sederhana yang kadang terabaikan oleh kita, mungkin kebanyakan orang akan berpikir bahwa pertanyaan itu merupakan lelucon atau bahkan yang lebih ekstrem lagi, orang-orang akan mempertanyakan tingkat kewarasan kita. Meskipun demikian, kita tak boleh melepaskannya begitu saja, membiarkan pertanyaan itu pergi, kemudian mengucap salam perpisahan, melambaikan tangannya hingga kemudian lenyap begitu saja dari pikiran kita. Jika benar bila segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah takdir yang saling berkaitan, maka tugas kita sejatinya adalah berusaha untuk mencoba mencari tahu darimana asalnya takdir itu, dari Tuhankah? Atau mungkin dari diri kita sendiri?
Mungkin menurut nalar kita, itu merupakan sesuatu yang sangat konyol. Apalagi jika kita mempertanyakan hal itu kepada sesorang yang disebut-sebut sebagai orang yang ahli agama, sudah tidak terpikir lagi seperti apa jawabannya. Sesuatu yang menurut kita merupakan pertanyaan biasa, bisa saja mendadak mencengangkan banyak orang. Tidak perlu bertanya lebih jauh soal takdir, mengenai pertanyaan sederhana yang kadang terabaikan oleh kita, mungkin kebanyakan orang akan berpikir bahwa pertanyaan itu merupakan lelucon atau bahkan yang lebih ekstrem lagi, orang-orang akan mempertanyakan tingkat kewarasan kita. Meskipun demikian, kita tak boleh melepaskannya begitu saja, membiarkan pertanyaan itu pergi, kemudian mengucap salam perpisahan, melambaikan tangannya hingga kemudian lenyap begitu saja dari pikiran kita. Jika benar bila segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah takdir yang saling berkaitan, maka tugas kita sejatinya adalah berusaha untuk mencoba mencari tahu darimana asalnya takdir itu, dari Tuhankah? Atau mungkin dari diri kita sendiri?
Untuk itu kita harus mencari tahu,
bagaimana karateristik takdir yang berasal dari Tuhan, apa saja macamnya dan bagaimana
cara menyikapinya? Sebaliknya, jika takdir itu adalah takdir yang kita buat
sendiri, bagaimana karakteristikanya, apa saja contohnya dan cara tepat apa
yang dapat dilakukan untuk menyelesaikannya??
Bahasan kali ini, kita akan mencari
tahu tentang takdir yang berasal dari Tuhan. Mengkaji dari persepektif
agama Islam mengenai sebuah takdir , maka
menurut ajaran agama Islam, takdir dari
Tuhan ada pembagiannya sendiri. Dimana pembagian tersebut terdiri atas dua
macam, yaitu :
- · Pertama : Bahwa takdir yang bersifat umum dan meliputi semua makhluk yang telah tertulis dalam Lauhul Mahfuzh. Allah SWT telah menuliskan segalanya di dalamnya baik itu mengenai ketetapan takdir tentang segala sesuatu daru awal alam semesta ini dibentuk sampai nanti ketika hari penghakiman atau hari Kiamat itu tiba. Dasarnya riwayat dalam Sunan Abu Dawud rahimahullah dari‘Ubadah bin Shamit Radhiyallahu anhu, beliau berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "(Makhluk) yang Allah SWT ciptakan pertama kali adalah al-qalam (pena). Kemudian Allah berfirman kepadanya, “Tulislah!” . Maka dia bertanya, "Wahai Rabb-ku, apa yang akan aku tulis?" Allah berfirman, “Tulislah ketetapan takdir segala sesuatu sampai terjadinya hari Kiamat.
- · Kedua : Takdir khusus yang memerinci takdir umum. Takdir khusus terbagi atas tiga macam, yaitu:
1.
Takdir sepanjang umur atau ketetapan takdir sepanjang
hidup setiap makhluk, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits (riwayat) Ibnu
Mas’ud Ra. tentang
ketentuan takdir yang dituliskan bagi janin ketika dalam kandungan ibunya,
berupa ketetapan ajal, rezki, amal perbuatan, celaka atau bahagia.
2. Takdir tahunan, yaitu takdir yang di tetapkan Allah
SWT pada saat lailatul qadr tentang
kejadian-kejadian sepanjang tahun. Allah
SWT berfirman yang artinya : "Sesungguhnya Kami menurunkan al-Qur’an pada suatu malam yang diberkahi
(lailatul qadr) dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam
itu ditetapkan dengan terperinci segala urusan (ketetapan takdir sepanjang
tahun) yang muhkam (tidak bisa berubah). (Ad-DukhAn/44:3-4)
3.
Takdir harian, yaitu takdir yang di tetapkan oleh Allah SWT tentang
kejadian-kejadian dalam sehari, berupa kematian, kehidupan (kelahiran),
kemuliaan, kehinaan, dan lain sebagainya. Allah SWT berfirman yang artinya :"Setiap
hari Dia (mengatur) urusan (semua makhluk-Nya)" (Ar-Rahmaan/55:29)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar