Minggu, 26 Juni 2016

Away from Me

Part. 2

"Tolong, dengarkan aku!" kata Shiren memohon

Aku terus menatapnya tajam. Tak sedikit pun mataku berpaling darinya. 

"Alasan mengapa aku pergi, aku tahu engkau pasti takkan mampu menerimanya."

"Seandainya aku dapat memilih.."

"Kamu sudah memilih." jawabku

"Dan pilihanmu itu sangat menyakiti hatiku. Hatiku sangat hancur!!" nada bicaraku mulai naik

Aku tak tahu setan apa yang merasuki diriku. Emosiku terlanjur meluap dan aku tak mampu mengendalikannya. Entah mengapa aku bersikap seperti anak-anak saat ini. Tak peduli akan perasaan orang lain dan yang paling penting adalah perasaanku sendiri, perasaan yang membebani diriku begitu melihat orang yang sudah kuanggap mati, hadir lagi di hidupku. Dia harus tahu, harus tahu bagaimana hatiku menahan semua kepedihan itu, tekanan bertubi-tubi yang selalu kutahan. Ya, dia harus tahu!!

"Dengarkan aku baik-baik!!" kupegang kedua lengannya begitu kuat, mataku menatapnya tajam

"Setelah hari dimana kamu pergi meninggalkanku, maka setelah hari itu juga hidupku hancur karenamu. Lalu kemudian kamu muncul lagi hari ini untuk menjelaskan semuanya. Apa menurutmu itu akan sangat berguna? Apa hatiku yang sudah terlanjur sakit ini akan coba memahaminya? Apa itu yang kau pikirkan? Apa itu yang membuatmu muncul lagi di hadapanku saat ini? Apa itu? Hah?!" aku menyentaknya dengan suara yang kuat, napasku terengah-engah rasanya. 

Kelepaskan genggamanku dari kedua lengannya. Aku mencoba mengatur napas pelan-pelan dan menstabilkan emosiku yang tadi meluap-luap. Kepejamkan mataku perlahan agar bisa kembali tenang. Suasana mendadak begitu hening dalam beberapa saat.

"Kamu." ucapku sambil membuka mata

"Sampai kapan pun tidak akan pernah bisa mengobati hatiku. Sampai kapan pun Shiren, sekali pun kamu coba sampai berkali-kali, hatiku ini tetap akan merasakan sakit dan kamu tidak akan pernah mengerti!" ucapku dengan nada lirih

"Satu hal yang membuatku sangat menyesal, mengapa takdir pernah membuatku begitu tergila-gila padamu? Bagaimana bisa takdir membuat diriku ini mencintai wanita sepertimu, Shiren? Bagaimana bisa?" 

Air mataku jatuh begitu saja. Tak tahu sebabnya mengapa aku tiba-tiba ingin menangis begini. Mengapa aku begitu kekanak-kanakkan saat ini? 

"Wisnu, aku.." tangannya mencoba memegang wajahku

"Stop, stop it." ucapku pelan

"Jangan pernah jelaskan alasanmu itu, jangan katakan apapun lagi." kataku memberi penegasan

"Tapi.." katanya dengan nada sedih

"Kita takkan pernah mungkin lagi bersama, tidak akan pernah." ucapku kembali menatapnya

Aku melihatnya juga meneteskan air mata. Namun entah mengapa aku sama sekali tak merasa iba. 

"Karena rasaku ini..." kepejamkan mataku sambil menelan ludah

"Karena rasaku ini sudah mati bersama cintaku yang juga memilih pergi." ucapku lalu meninggalkannya

Aku tak tahu mengapa rasa sesal tiba-tiba bergelayutan di hatiku setelah aku mengatakan hal itu. Ini sangat aneh hingga otakku gagal mencerna semua yang telah terjadi. Aku terus bertanya mengapa Tuhan mengirimkannya untuk kembali lagi di hidupku? Apa maksud dari semua ini? Lalu mengapa hatiku yang sudah sangat sakit ini malah justru membuat jantungku berdebar kencang lagi? Dan mengapa ini semua terasa membingungkan? Adakah seseorang yang mampu menjawabnya? Aku tak ingin seperti ini, Tuhan. Aku tak ingin wanita membuatku menjadi begitu lemah. 

Aku memutuskan untuk pergi ke tempat biasa yang kujadikan untuk menenangkan diri. Sepanjang perjalanan, pikiranku entah melayang kemana-mana. Otakku masih terbayang-bayang kejadian yang baru saja terjadi. Aku tidak bisa fokus. Aku memilih berhenti sejenak dipinggir jalan yang ada dekat jembatan. Aku memutuskan untuk keluar dari mobil dan menghirup udara sejenak. Namun, belum sempat kakiku sampai di dekat jembatan, ponselku tiba-tiba berdering. 
Aku langsung mengeluarkannya dari saku. 

"Apalagi sih Rik?!" jawabku dengan nada sebal

"Shiren kecelakaan, aku di rumah sakit sekarang." kata Riko

Aku hening seketika. Kedua kakiku rasanya tak kuat lagi untuk menopangku. Aku hampir saja terjatuh. Begitu pula ponsel yang kupegang hampir saja terjatuh. Rasanya seperti waktu mendadak lenyap dan semua hal yang terjadi itu hanya sebuah ilusi. 

"Wisnu!!" Riko berteriak

"Maaf Rik, maaf." ucapku gugup

"Kau datanglah ke sini." suruh Riko

"Kau beritahu saja alamat lengkap rumah sakitnya, aku segera ke sana sekarang."

Aku langsung mengakhiri panggilannya dan bergegas masuk ke mobil. Tak lama setelah aku menyalakan mobilku, sms pemberitahuan datang dari Riko. Aku langsung membukanya dan dengan cepat memasukkan perseneling lalu menginjak gas mobil untuk segera muncul ke rumah sakit tersebut.

Aku sudah menyetir tanpa akal sehat. Aku tak lagi mempedulikan keselamatanku. Satu-satunya hal yang ada di pikiranku adalah bagaimana caranya aku bisa secepat mungkin untuk sampai ke rumah sakit itu. Alhasil, dalam waktu sekitar setengah jam, liukan mobilku yang acak-acakkan berhasil membuatku sampai di rumah sakit itu. 

Dengan cepat aku memarkirkan mobilku dan segera berlari menuju tempat dimana Riko berada saat ini. Aku mengambil ponselku untuk menghubungi Riko. 

"Halo, kau dimana Rik?" tanyaku sambil berlari

"Kau dimana sekarang?" kata Riko

"Aku di lobi." jawabku dengan napas terengah-engah

"Kau lurus saja sampai menemukan dua lorong, di situ kau ambil arah kanan."

"Oke." jawabku lalu mengakhiri panggilan

Aku berlari lagi sesuai dengan instruksi Riko, hingga akhirnya aku berhasil menemukannya. 

"Bagaimana Rik?" tanyaku langsung

"Masih menunggu, nah itu dokternya. Ayo!"

Kami melangkah menghampiri dokter. 

"Bagaimana dokter?"

"Anda berdua keluarganya?"

"Ya dokter, kami keluarganya." 

"Ada sebuah cedera serius yang dialami oleh pasien di bagian kepalanya. Analisis kami saat ini adalah cedera itu menyebabkan terjadinya gegar otak dan gegar otak ini masuk dalam tipe gegar otak yang menghapus seluruh memori masa lalunya sampai masa sebelum kecelakaan itu terjadi. Namun untuk mengetahui secara lebih detailnya, kita harus menunggu pasien sadar lebih dulu."

Aku terdiam tak mampu mengatakan apapun lagi. 

"Baik dok, terima kasih." ucap Riko

"Jika ada hal yang ingin ditanyakan lebih lanjut, silahkan datang ke ruangan saya. Saya permisi dulu!"

"Iya dok, silahkan!" jawab Riko

Aku hanya diam dan memilih duduk di kursi. Saat ini aku tak tahu harus bagaimana. Riko menghampiriku lalu duduk di sampingku. 

"Ini pasti akan menjadi hal yang sangat berat untukmu."

"Aku terlalu bingung untuk menjawabnya."

"Kita tak punya banyak pilihan, Wisnu. Kita tak punya itu."

"Lalu bagaimana aku harus menjawab takdir Tuhan ini? Bagaimana?"

"Bagaimana? Aku yakin kamu pasti tahu." Riko beranjak pergi meninggalkanku

"Tetapi aku tak yakin kalau aku tahu." ujarku juga memilih pergi dari tempat itu


To be continue...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar