Sabtu, 19 November 2016

Away from Me

Part 3...

Di sepanjang perjalanan, aku terus memikirkan hal tersebut. Semakin kupikirkan, semakin aku merasa frustasi. Aku begitu kesal pada Tuhan yang telah mendesign takdir hidupku seperti ini. Wanita yang seharusnya sudah memilih pergi itu akan jauh lebih baik jika ia tak kembali. Namun mengapa yang terjadi malah justru sebaliknya? Ditambah lagi pasal soal gegar otak, rasanya membuatku semakin muak.

Hingga mobilku terpakir rapi di pelataran cafe, aku masih saja memikirkan hal itu. Rasanya begitu kesal. Aku mencoba melampiaskan amarahku dengan memukul-mukul setir mobil sambil berteriak keras, juga tak kunjung reda. Lantas harus dengan cara apalagi aku melenyapkan amarahku ini?

"Tuhaannn!!!!" teriakku dalam hati

Ponselku tiba-tiba berdering. Belum juga melihat siapa yang menelponku, aku sudah mengutuk orang itu lebih dulu karena si penelpon ini sangat berhasil membuat amarahku semakin memuncak. Setelah kuambil ponselku dari saku dan melihat siapa yang menghubungiku, rasanya ingin kubanting saja ponselku ini. Kuhela napas panjang lebih dulu, baru mengangkat teleponnya.

"Why?" jawabku dengan nada ketus

"Shiren mengamuk tidak jelas Wisnu sesaat setelah ia sadarkan diri. Namamu terus disebut-sebut olehnya. Dokter sempat kewalahan memberikan obat penenang tadi. Tetapi sekarang sudah berhasil dan Shiren sekarang tidak sadarkan diri namum akan sadar dalam waktu beberapa jam lagi. Dokter mengatakan bahwa ia ingin bertemu denganmu dan..."

"Aku baru saja sampai cafe dan ingin menenangkan pikiranku. Jadi kalau dokter ingin bertemu, aku akan menemuinya besok hari. Jika kamu ingin melanjutkan lagi untuk membahas soal ini, aku akan putus panggilan ini secara sepihak!" aku langsung menyela dengan nada kesal

"Kau kembalilah ke rumah sakit dalam waktu sebelum dua jam. Jika kau tak kembali....

Riko terdengar menghela napas, "maka aku tak dapat memaksa."

Riko langsung memutus panggilannya secara sepihak. Aku memilih untuk tidak ambil pusing. Kulangkahkan kakiku keluar dari mobil menuju cafe. Aku ingin menenangkan diri sejenak dengan segelas cokelat panas dan cookies favoritku.

"Hey, kau datang!"

"Apa kabar Rom?" sapaku menjabat tangannya

"Baik aku. Kau, ada apa datang ke sini?"

"Biasa Rom, secangkir cokelat panas dan cookies favorit."

"Astaga, kau sudah tua masih minum cokelat sama makan cookies juga?"

Aku hanya menggelengkan kepala sambil berkata "Aku di tempat biasa, oke?" kataku kemudian pergi

Aku mengenal Romi sejak lima tahun yang lalu. Kami sempat terlibat dalam beberapa situasi dan akhirnya menjadi teman sampai saat ini. Romi memiliki karakter yang sama dengan Riko. Hanya saja, mereka sangat berbeda soal prinsip. Riko lebih kaku sedangkan Romi memilih untuk lebih mengalir. Boleh dibilang selama dua belas tahun belakangan ini, mereka berdualah sumber kebahagiaanku. Lalu cafe ini? Aku selalu senang kemari setiap aku merasa sangat pusing dengan beberapa hal. Berkali-kali aku datang ke sini dengan meminum segelas cokelat panas dan cookies, otakku dapat kembali berpikir dengan baik. Untuk itu aku memutuskan datang ke sini setelah mengalami kejadian seperti itu. Aku berharap segelas cokelas dan sepiring cookies itu dapat membantuku kembali dapat berpikir dengan baik.

"Satu gelas cokelat panas dan sepiring cookies. Silahkan dinikmati, Tuan."

"Terima kasih." ucapku

Cokelat panas itu langsung kuteguk dengan cepat. Meskipun masih dalam keadaan panas, aku mampu menghabiskan hampir setengah dari isi cokelat dalam gelas itu.

"Wahhh!! Kemampuan minummu sangat luar biasa!"

"Duduklah di sini, tak usah mengamatiku dari kejauhan!" kataku dengan nada ketus

Romi pun menghampiriku lalu duduk ke kursi yang berhadapan denganku.

"Well mister mellow, what can I do for you?"

Ketika Romi sudah mengeluarkan kata "mister mellow" itu artinya ia sedang menyindirku saat ini. Aku paling tidak suka ketika ia mengeluarkan kata "mister mellow" itu.

"Apakah kau tidak punya kata yang lebik baik dari itu?" cibirku

"Mungkin akan kupikirkan lagi nanti." jawabnya sambil tertawa

"Ah sudahlah, lupakan." jawabku ketus

"Well, apa yang bisa kulakukan untukmu hari ini mister mellow?"

"Aku sangat berharap hari ini tak pernah terjadi." ujarku dengan raut wajah sebal

"Apa yang sedang kau bicarakan?" tanyanya penasaran

"Katakan padaku, bagaimana mungkin aku mencintai lagi seorang wanita yang sudah sangat menyakitiku?"

"Wanita? Ayo langsung saja ke topik pembicaraan mister mellow. Aku sedang tak ingin berpikir keras."

"Shiren, dia datang lagi." tukasku

Romi langsung terdiam dengan ekspresi wajahnya yang terkejut.

"Tidak hanya datang, hari ini dia kecelakaan dan mengalami gegar otak."

"Apa?! Gegar otak? Kau sedang tidak bercandakan mister mellow?" Romi terdengar meragukan ucapanku

"Apa raut wajahku yang sekarang ini menunjukkan kebohongan?" tanyaku memasang tampang wajah serius

Dia justru menertawakanku. Aku merasa sangat tidak nyaman melihat tawanya itu. Rasanya ingin kuhajar wajahnya itu babak belur.

"Apa aku harus menghajarmu?!"

"Oke, oke, oke mister mellow. Aku minta maaf. Kita kembali lagi ke topik pembicaraan kita. Oke?" tanyanya sambil tersenyum

Kuambil gelas berisi cokelat itu lalu kuteguk sampai habis isinya. Suasana sempat hening, sampai akhirnya aku memilih untuk bicara lebih dulu.

"Mengapa Tuhan seperti ini, Romi?" ujarku tanpa memandangnya

"Ada apa dengan Tuhan? Mengapa kau harus mengaitkan hal ini pada-Nya?" Romi tampak mengecam pertanyaanku

"Aku sudah tidak mengharapkan wanita itu datang kembali ke hidupku. Tetapi Tuhan malah melakukan hal sebaliknya. Kehidupan macam apa ini!" ucapku sambil menghentak meja

"Apa arti sebenarnya dari harapan Wisnu? Apakah harapan akan tetap menjadi harapan ketika hal itu sudah berhasil diwujudkan? Apakah orang-orang masih akan tetap menyebutnya harapan?" Romi menatapku serius

Aku tak menjawab apapun, hanya terus memandangnya.

"Tidak menginginkannya masuk lagi ke kehidupanmu, itu artinya kau sedang berharap. Kau tidak seharusnya menyalahkan siapapun dalam peristiwa ini." ujarnya dengan tegas

"Mengapa? Mengapa aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa?"

"Jika orang lain memilih menyakiti kita dengan alasan untuk merengkuh kebahagiaan yang utuh dalam hidupnya, itu artinya ia tak punya cara selain melakukan hal itu. Lalu bagaimana dengan kita yang sudah terlanjur patah, hati dan perasaannya? Hidup ini telah mengajarkan kita sesuatu, bahwa yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah tidak hidup menjadi seperti orang lain."

"Kita tak seharusnya hidup dengan cara yang sama seperti mereka. Oleh karena itu, hanya karena masa lalumu memiliki kenangan pahit dengannya bukan berarti di momen saat ini, kamu melakukan cara yang sama untuk membalas masa lalu. Kau sudah memiliki hidup yang baru sampai saat ini. Hidupmu yang baru itu jangan pernah kau hancurkan hanya karena kau ingin membalas masa lalu. Jika saat ini kamu harus mengorbankan segalanya, itu karena kamu menghargai kehidupanmu yang baru saat ini. Kamu sedang BERUSAHA menghormati keberhasilanmu saat ini."

"Apa aku bisa melakukan itu?" tanyaku penuh ragu

"Tidak ada siapapun yang bisa menjamin hal itu, kecuali dirimu sendiri." ujarnya sambil menunjuk diriku

Aku terdiam dan coba mencerna semua perkataan Romi barusan.

"Hal terbaik yang  bisa kau lakukan saat ini adalah melakukan apapun yang bisa kamu lakukan."

Aku hening kembali.

To be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar