Selasa, 18 Oktober 2016

Tak Selamanya Kita benar-benar BENAR.

Kata orang, hidup punya aturannya masing-masing. Orang lain dengan kehidupannya dan kita dengan kehidupan kita. Tak masalah jika kehidupan itu berjalan-jalan masing-masing. Jika tak masalah, mengapa hidup ini berjalan sebaliknya?

Realita yang ada justru menampilkan fakta melawan kata. Tingkat kenyataan yang ada, siklus  kehidupan yang terjadi dari duku sampai sekarang masih tetap sama. Orang lain membutuhkan kita, kita membutuhkan orang itu. Jadi jika disimpulkan, hidup orang lain dengan hidup kita selalu terjadi yang namanya suatu keterikatan. Layaknya suatu materi yang disusun atas atom-atom yang saling berinteraksi sampai kepada molekul yang takkan pernah berhenti berikatan di dalam atom, begitulah analogi kehidupan ini. Hidup kita dengan hidup orang lain itu, pasti selalu saling butuh. 

Bagaimana bisa?

Sederhana saja, seandainya sebuah keterkaitan itu tak pernah ada, maka runtuhlah teori yang menyatakan bahwa manusia itu adalah makhluk sosial. Lalu pertanyaannya, apakah teori itu telah runtuh hingga saat ini? Nyatanya, teori itu masih tetap eksis. Maka dapat diambil sebuah kesimpulan, bahwa hidupmu dan hidupnya akan selalu menjadi hidup kita. 

Apabila suatu interaksi antaratom maupun antarmolekul membuat terciptanya berbagai macam ikatan atau reaksi dengan sifatnya masing-masing, demikian pula manusia itu sendiri. Hasil dari berbagai pola interaksi hidup manusia bahkan dikaji dalam ilmu yang kita namakan Sosiologi

Di dalam keterkaitan hidup antara yang satu dengan yang lainnya menimbulkan yang namanya kontroversi dan non kontroversi. Timbulnya kontroversi dan antinya akibat dari adanya ragam perbedaan pada cara antarinteraksi yang memandang cara hidup antarmanusia. Ragam perbedaan itu menyebabkan banyak terjadi spekulasi antara yang benar dan yang salah. 

Akibat dari A mengatakan suatu hal yang demikian, si B lalu merasa tersinggung. Akibat dari si C berbicara demikian, si D mengatakan bahwa si C hanya tahu cari ribut saja. Hasil dari interaksi yang seperti itu kemudian menimbulkan suatu persepektif bahwa "Anda seharusnya menghargai saya dengan kebenaran yang ada." Lucunya, setelah diberi pemaparan panjang lebar dan ternyata terbukti bahwa cara pandang tersebut tidak benar-benar BENAR kemudian dia berkata "Mungkin saya yang salah dan Anda yang benar." ,Anehnya lagi, kata-kata yang seharusnya mendefinisikan suatu penyesalan namun nyata Tidak. Sudah ada unsur marah, kesal dan lain sebagainya di sana. 

"Oleh sebab itu, bahwa tidak ada yang benar-benar benar atas sesuatu adalah sesuatu yang sepatutnya diterima. "

salam literasi,
Diis Yosri

2 komentar:

  1. Belum tentu isi pikiran kita sama, apa lagi ditambah dengan pengaruh perasaan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. pemikiran itu tidak pernah dipengaruhi oleh perasaan, karena pemikiran itu hasil kinerja otak.

      Hapus